Zona Populer – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali memicu perdebatan panas di Washington setelah mengeluarkan peringatan keras bahwa kebuntuan anggaran antara Partai Republik dan Partai Demokrat berpotensi memicu Government Shutdown dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pegawai negeri federal.
Ketegangan politik ini meningkat seiring mendekatnya tenggat fiskal pada 30 September tengah malam waktu setempat. Tanpa kesepakatan anggaran yang baru, layanan pemerintahan non-esensial terancam berhenti, sementara ratusan ribu pegawai sipil federal bisa dirumahkan tanpa gaji.
Perselisihan di Kongres AS telah berlangsung selama berminggu-minggu. Partai Demokrat menolak menyetujui proposal anggaran yang diajukan Trump dan Partai Republik, terutama terkait pemangkasan belanja pemerintah dan rencana penghapusan sebagian subsidi layanan kesehatan.
Dalam pernyataannya di Oval Office Gedung Putih, Trump menuding kubu Demokrat sebagai pihak yang tidak bertanggung jawab dan menyebut mereka “gila” karena menolak kompromi yang diusulkan. Menurutnya, kondisi ini sangat mungkin berujung pada penghentian layanan pemerintahan dan PHK besar-besaran.
“Bisa jadi, ya. Karena Demokrat gila, mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan,” ujar Trump menegaskan kepada wartawan saat ditanya peluang penutupan pemerintahan.
Gedung Putih melalui Kantor Manajemen dan Anggaran (OMB) telah mengirimkan memo internal ke seluruh lembaga federal agar mempersiapkan langkah darurat. Memo tersebut menginstruksikan setiap instansi untuk menyiapkan furlough atau cuti tanpa upah bagi pegawai serta menyusun rencana Reduction in Force (RIF)—pemangkasan pegawai secara permanen—jika Government Shutdown benar-benar terjadi.
Langkah antisipatif ini menandai situasi yang lebih serius dibandingkan penutupan pemerintahan sebelumnya. Biasanya, pemerintah hanya menghentikan layanan non-esensial sementara. Namun, kali ini pemerintah federal juga mempertimbangkan pemecatan permanen, sebuah kebijakan yang akan memberi dampak ekonomi lebih luas.
Penutupan pemerintahan di Amerika Serikat tidak hanya mengancam gaji pegawai negeri, tetapi juga dapat menekan perekonomian secara keseluruhan. Layanan publik penting seperti pemrosesan paspor, bantuan pangan, hingga pemeliharaan taman nasional akan terhenti.
Pengalaman penutupan pemerintahan sebelumnya menunjukkan dampak yang signifikan. Pada shutdown Maret lalu, ratusan ribu pegawai federal harus bekerja tanpa bayaran sementara, dan sektor bisnis yang bergantung pada kontrak pemerintah ikut terguncang. Jika skenario kali ini mencakup pengurangan pegawai permanen, efek domino terhadap perekonomian nasional diperkirakan lebih parah.
Partai Demokrat menegaskan mereka hanya akan mendukung rancangan anggaran jika pemangkasan besar-besaran yang diajukan Trump dibatalkan. Mereka juga mendesak agar subsidi layanan kesehatan yang sudah ada tetap diperpanjang.
Bagi Demokrat, kebijakan pemangkasan yang diusulkan pemerintahan Trump dinilai tidak adil karena akan memangkas dukungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Perdebatan panjang ini membuat kompromi sulit tercapai, meski jam terus berdetak menuju tenggat waktu fiskal.
Penutupan pemerintahan bukan fenomena baru di Amerika Serikat. Dalam satu dekade terakhir, beberapa kali pemerintah terpaksa menghentikan operasionalnya karena kebuntuan anggaran. Namun, ancaman kali ini dianggap paling serius karena disertai rencana pemangkasan pegawai permanen, bukan sekadar penangguhan gaji sementara.
Memo Gedung Putih menegaskan, “Partai Demokrat telah melanggar tradisi kesepakatan bipartisan yang biasanya dicapai setiap tahun untuk menghindari krisis semacam ini.”
Ketegangan yang terus meningkat ini mencerminkan polarisasi politik yang semakin tajam di Washington. Dengan pemilihan presiden berikutnya yang semakin dekat, persaingan antarpartai diperkirakan akan semakin memanas.
Menariknya, krisis anggaran ini terjadi saat ribuan aktivis dan warga AS turun ke jalan di New York dalam aksi March for Palestine. Demonstrasi ini menuntut keadilan bagi rakyat Palestina dan mengkritik kebijakan luar negeri AS yang dinilai condong mendukung Israel.
Para peserta aksi membawa poster, bendera Palestina, serta menyerukan gencatan senjata permanen di wilayah Gaza dan Tepi Barat. Sejumlah organisasi kemanusiaan, mahasiswa, dan tokoh agama bergabung dalam aksi tersebut, menegaskan bahwa perjuangan keadilan bagi Palestina tak terpisahkan dari komitmen pada hak asasi manusia global.
Kehadiran demonstrasi besar ini menjadi pengingat bahwa isu kemanusiaan tetap menyita perhatian publik, bahkan di tengah krisis politik domestik seperti ancaman Government Shutdown.
Dengan situasi anggaran yang belum menemui titik temu, Presiden Trump menghadapi tantangan berat untuk menghindari krisis. Para analis menilai, jika shutdown benar-benar terjadi, hal itu akan menjadi ujian besar bagi kepemimpinan Trump menjelang pemilu mendatang.
Investor dan pelaku bisnis pun mulai mengantisipasi dampak ekonomi yang lebih luas. Ketidakpastian politik biasanya memengaruhi pasar saham, nilai tukar, dan kepercayaan konsumen. Para pegawai federal pun resah menghadapi kemungkinan kehilangan pekerjaan permanen.