Zona Populer – Pasar keuangan global kembali bergejolak setelah rilis data pekerjaan Amerika Serikat (AS) yang mengecewakan pada awal Agustus 2025. Data yang menunjukkan perlambatan signifikan dalam pertumbuhan lapangan kerja telah memicu lonjakan ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan mulai memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan bulan September mendatang. Sentimen ini segera tercermin dalam pergerakan pasar obligasi, saham, hingga nilai tukar mata uang.
Namun, apakah ekspektasi ini beralasan? Dan bagaimana potensi dampaknya terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia? Berikut pembahasannya secara lengkap dan mudah dipahami.
Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat (1/8) merilis laporan pekerjaan (non-farm payroll) untuk Juli 2025. Hasilnya jauh dari harapan. Hanya tercipta 90.000 pekerjaan baru, jauh di bawah proyeksi konsensus analis sebesar 175.000. Selain itu, tingkat pengangguran naik menjadi 4,1%, tertinggi sejak awal 2022.
Tak hanya itu, laporan tersebut juga menunjukkan revisi ke bawah terhadap data bulan sebelumnya. Data bulan Juni, yang sebelumnya dilaporkan menciptakan 155.000 pekerjaan, direvisi menjadi hanya 120.000.
Rata-rata pertumbuhan upah per jam pun melambat menjadi 3,8% secara tahunan—menunjukkan tekanan inflasi dari sisi upah mulai mereda.
Tak butuh waktu lama bagi pelaku pasar untuk menyesuaikan ekspektasi mereka. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun langsung turun dari 4,25% ke 4,05% dalam satu hari. Penurunan yield menunjukkan bahwa pasar memperkirakan suku bunga acuan The Fed akan segera dipotong.
Menurut alat prediktif CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan suku bunga pada pertemuan FOMC bulan September 2025 naik menjadi 72%, dari hanya 40% sehari sebelumnya. Ini adalah lonjakan ekspektasi terbesar sejak The Fed memulai siklus kenaikan suku bunga pada awal 2022 lalu.
Federal Reserve memiliki dua mandat utama: menjaga stabilitas harga (inflasi) dan menciptakan lapangan kerja maksimal. Selama dua tahun terakhir, fokus utama The Fed adalah memerangi inflasi, yang sempat melonjak di atas 9% pada pertengahan 2022.
Namun, setelah lebih dari setahun menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam dua dekade (5,5%), inflasi berhasil ditekan ke sekitar 2,3%—dekat dengan target 2%. Dalam kondisi ini, setiap sinyal pelemahan pasar tenaga kerja akan semakin memperkuat argumen bahwa suku bunga tinggi saat ini terlalu menekan ekonomi.
Dengan kata lain, data pekerjaan yang mengecewakan menjadi pembenaran untuk mulai melonggarkan kebijakan moneter.
Walau ekspektasi pasar melonjak, The Fed dikenal berhati-hati. Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa pihaknya akan bergantung pada data (data-dependent) sebelum mengambil keputusan.
Beberapa hal yang masih menjadi pertimbangan:
Namun, jika tren pelemahan pekerjaan berlanjut di laporan Agustus, maka peluang pemangkasan suku bunga September akan semakin besar.
Pemangkasan suku bunga The Fed umumnya memberikan efek domino ke seluruh dunia. Beberapa potensi dampaknya antara lain:
Untuk negara berkembang seperti Indonesia, pelemahan dolar dan arus modal masuk dapat memperkuat nilai tukar rupiah serta menurunkan tekanan inflasi impor.
baca juga : “Ajari Anak Bahasa Inggris Membuka Gerbang Dunia Sejak dini“
Bagi Indonesia, kabar potensi pemangkasan suku bunga The Fed bisa menjadi angin segar. Berikut beberapa potensi dampak positifnya:
Saat suku bunga AS turun, investor global cenderung mencari imbal hasil lebih tinggi di negara berkembang. Ini bisa membuat arus modal asing kembali masuk ke pasar obligasi dan saham Indonesia, memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Selama ini, Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunga acuan di level tinggi karena khawatir capital outflow akibat spread suku bunga terhadap The Fed. Jika The Fed mulai memangkas, BI punya ruang untuk mulai menurunkan bunga demi mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Sebagai eksportir komoditas (batubara, sawit, nikel), Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga akibat pelemahan dolar.
Namun, tetap ada potensi risiko. Jika pemangkasan suku bunga The Fed dianggap sebagai sinyal bahwa ekonomi AS melemah signifikan, maka permintaan global juga bisa turun—menekan ekspor Indonesia.
Data pekerjaan AS yang mengecewakan menjadi titik balik dalam narasi pasar keuangan. Jika The Fed akhirnya memangkas suku bunga pada September, ini bisa menandai dimulainya siklus pelonggaran kebijakan moneter global, setelah hampir tiga tahun pengetatan.
Ekspektasi ini tidak datang tanpa alasan. Data fundamental mendukung, dan respons pasar sejauh ini positif. Namun, seperti biasa, The Fed tetap akan menunggu data lanjutan—terutama inflasi dan laporan pekerjaan berikutnya.
Bagi investor, pelaku pasar, dan pembuat kebijakan di seluruh dunia, September 2025 bisa menjadi bulan yang sangat krusial. Satu keputusan The Fed bisa mengubah arah arus modal global, sentimen pasar, hingga arah ekonomi ke depan.